Zona Integritas sebagai Upaya Peningkatan Profesionalisme Hakim
Oleh:
RIZKIA FINA MIRZANA
NIP : 19920209 201712 2 001
A. PENDAHULUAN
Seluruh lembaga Negara kini berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan yang prima dan transparan demi mewujudkan good governance dan clean government yang bersih dan bebas dari KKN. Begitu pula dengan Mahkamah Agung. Demi terwujudnya visi mahkamah agung yaitu “terwujudnya badan peradilan yang agung”, diperlukan sumber daya manusia yang professional, berintegritas, bekerja keras, berkomitmen dan bekerja sama dengan seluruh aparatur Peradilan.
Dalam program yang dijalankan Kementerian PANRB, yaitu pembentukan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bersih dan Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Malayani (WBBM). Kementerian PANRB mengajak seluruh badan atau lembaga pemberi layanan publik untuk turut serta menciptakan kepercayaan publik yang tinggi karena kinerja instansi pemerintahannya bersih dan terbebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga pembentukan zona integritas menjadi indikator penting bagi tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu mengembangkan lembaga pemerintahan yang efektif, akuntabel dan transparan pada semua tingkatan. Ternyata hal ini sesuai dengan misi ke 4 Mahkamah Agung, yaitu “Meningkatkan kredibilitas dan Transparansi badan peradilan”.
Untuk mendukung program dari Kementerian PANRB, Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Sekertaris Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 63/SEK/OT.01.2/02/2017 yang dikeluarkan pada tanggal 20 Februari 2017 meminta agar semua Unit eselon 1, Direktorat Jendral Badan Peradilan Umum, Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama, dan Direktorat Jendral Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara agar menginstruksikan ke seluruh satuan kerja dibawahnya untuk membentuk Tim RB.
Hakim adalah hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945[1]. Karena hakim berada dibawah Mahkamah Agung, maka hakim pun harus turut mendukung program dari Kementerian PANRB tersebut dengan cara meningkatkan profesionalisme hakim. Paper ini akan membehas mengenai zona integritas sebagai upaya peningkatan profesionalisme hakim.
B. PERMASALAHAN
Permasalahan yang diangkat dalam paper ini adalah:
- Apa yang dimaksud dengan zona integritas?
- Bagaimana tahapan penerapan zona integritas ?
- Bagaimana pengaruh zona integritas terhadap profesionalisme hakim ?
C. PEMBAHASAN
- Pengertian Zona Integritas
Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 menyebutkan bahwa pada tahun 2019 diharapkan dapat terwujud :
- Kualitas penelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas KKN.
- Pelayanan publik yang semakin maju dan mampu bersaing secara global
- Kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi makin baik
- SDM aparatur semakin profesional
- Pola pokir dan budaya kerja yang mencerminkan integritas yang makin tinggi.
Mahkamah Agung terus berupaya meningkatkan inovasi dan berbagai program yang mendukung profesionalisme dan integritas aparat pengadilan dalam memberikan pelayanan pada masyarakat pencari keadilan dan pemerhati peradilan. Salah satu program untuk mendorong terjadinya perubahan di pengadilan adalah upaya untuk mewujudkan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) pada seluruh pengadilan di lingkungan Peradilan.
Zona Integritas adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah pimpinan dan jajarannya yang mempunyai komimen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi birokrasi, khusunya dalam hal pencegahan koripsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Sedangkan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja. Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tata laksana penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja, serta penguatan kualitas pelayanan publik[2].
- Tahapan Zona Integritas
Tahapan pembangunan zona integritas dimulai dari pencanangan pembangunan zona integritas menuju WBK/WBBM, antara lain:
- Pencanangan pembangunan zona integritas menuju WBK/WBBM
Pencanangan Pembangunan Zona Integritas adalah deklarasi/ pernyataan dari pimpinan Mahkamah Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan Agama bahwa instansinya telah siap membangun Zona Integritas. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas dilakukan dengan cara Penandatanganan dokumen pakta integritas secara massal/serentak seluruh pegawai menandatangani Dokumen pakta integritas pada saat pelantikan, sebagai CPNS, PNS, pelantikan dalam rangka mutasi kepegawaian horizontal dan vertikal.
Pencanangan zona integritas harus disaksikan oleh instansi, kementerian/lembaga, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama serta dipublikasikan secara luas melalui media massa (televisi, radio, koran), website, banner dan atau spanduk dengan maksud agar semua pihak termasuk masyarakat dapat memantau, mengawal, mengawasi dan berperan serta dalam program kegiatan reformasi birokrasi, khususnya di bidang pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
- Proses pembangunan zona integritas
Proses pembangunan Zona Integritas merupakan tindaklanjut Pencanangan Pembangunan Zona Integritas yang difokuskan pada penerapan program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik yang bersifat konkrit.
Setelah Pencanangan Pembangunan Zona Integritas, Mahkamah Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi Agama dapat mengusulkan Mahakamah Syar’iyah/Pengadilan Agama di wilayah hukumnya maupun Mahkamah Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi Agama tersebut yang telah memenuhi syarat:
- Mendapatkan Nilai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) minimal “CC”
- Memiliki peran dan penyelenggaraan fungsi pelayanan strategis
- Dianggap telah melaksanakan program-program Reformasi Birokrasi secara baik (Sudah membuat rencana kegiatan tiap area RB, setiap temuan eksternal/internal sudah ditindaklanjuti, sudah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana kegiatan dibuktikan dengan data dukung, sudah mendokumentasikan seluruh data dukung area RB secara tertib dalam box per area).
Terdapat 6 area perubahan dalam Zona Integritas, antara lain:
- Manajemen perubahan
- Penataan tata laksana
- Penataan sistem manajemen SDM
- Penguatan akuntabilitas kinerja
- Penguatan pengawasan
- Pelayanan publik
Setelah syarat di atas terpenuhi, maka TPPI[3] melakukan penilaian mandiri terhadap satuan kerja di bawahnya dengan menggunakan Lembar Kerja Evaluasi/LKE.
- Hasil
Pembangunan ZI menuju WBK dan WBBM, fokus pelaksanaan reformasi birokrasi tertuju pada dua sasaran utama, yaitu:
- Terwujudnya Aparatur Pengadilan yang Bersih dan Bebas dari KKN, dengan persentase 20%
- Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, dengan persentase 20%.
Selain itu terdapat pula beberapa komponen pengungkit dalam proses pembangunan Zona Integrita, antara lain:
- Manajemen Perubahan, sebanyak 5%
- Penataan Tatalaksana, sebanyak 5%
- Penataan sistem manajemen sumber daya manusia (SDM), sebanyak 15%
- Penguatan Akuntabilitas kinerja, sebanyak 10%
- Penguatan pengawasan, sebanyak 15%
- Penguatan kualitas pelayanan publik, sebanyak 10%.
Satuan kerja yang telah mendapatkan nilai penilaian mandiri yang dilakukan oleh TPPI dengan nilai akumulatif dari komponen pengungkit dan indikator hasil minimal 82, akan diusulkan oleh Ditjen Badilag kepada TPI Mahkamah Agung untuk dilakukan penilaian mandiri yang selanjutnya diusulkan agar ditetapkan sebagai satuan kerja berpredikat WBK/WBBM ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB.
- Pengaruh Zona Integritas Terhadap Profesionalisme Hakim
KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) adalah suatu tindakan yang sangat merugikan bagi setiap kalangan masyarakat dan negara , karena KKN hanya menguntungkun suatu pihak tertentu yang memiliki kekuasaan berlebih sehingga orang-orang kecil dan jujur akan dirugikan. Oleh karena setiap hal yang berhubungan dengan KKN harus cepat di hilangkan dan dihapuskan dari kebiasaan masyarakat , khususnya negara Indonesia.
Tingkat korupsi skala kecil selama setahun terakhir dapat dilihat melalui analisis tren Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK). Dalam kurun waktu 2012-2018, IPAK cenderung mengalami fluktuasi[4].
Dari gambar tersebut terlihat adanya peningkatan indeks persepsi dari tahun 2012 hingga tahun 2018. Hal ini menunjukkan adanya pemahaman dan penilaian masyarakat terhadap perilaku anti korupsi yang semakin baik. Namun demikian angka ideal dalam IPAK adalah 4.
Untuk itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat khususnya terhadap penyedia layanan kepada masyarakat, termasuk Hakim.
Dalam kaitannya dengan memberikan pelayanan prima kepada masyakarat, Pengadilan Agama Purwodadi telah memberikan beberapa inovasi layanan, antara lain:
- One stop servis
- One day minute dan one day publish
- Arsip perkara digital
- E-administrasi (register elektronik)
- MENCARI KEKASIHKU (Menikah atau Cerai, KTP-EL dan KK, Seketika Kumiliki)
- E-tara
Hakim sebagai salah satu pejabat kekuasaan kehakiman yang melaksanakan proses peradilan, bertanggung jawab besar kepada lahirnya putusan[5]. Hakim idealnya harus mampu melahirkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan[6]. Dalam kaitanya dengan inovasi untuk terwujudnya pelayanan prima, hakim berperan penting dalam One day minute dan one day publish.
One day minute dan one day publish adalah penyelesaian berkas perkara yang telah diputus sampai dengan minutasi dan dipublikasikan di Website direktori putusan Mahkamah Agung dalam waktu kurang dari 24 jam. Untuk mendukung program tersebut, Hakim dituntut untuk dapat menyelesaikan putusan dengan cepat dan tetap memberikan kemanfaatan dan kepastian hukum.
Selain itu hakim harus turut pula menerapkan konsep dasar pelayanan prima, yaitu :
- Konsep sikap (attitude)
Sikap (Attitude) adalah perilaku yang harus ditonjolkan ketika menghadapi pelanggan, yang meliputi penampilan yang sopan dan serasi, berpikir posotif, sehat dan logis, dan bersikap menghargai
- Konsep perhatian (attention)
Perhatian (Attention) adalah kepedulian penuh kepada pelanggan, baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pelanggan maupun pemahaman atas saran dan kritiknya, yang meliputi mendengarkan dan memahami secara sungguh-sungguh kebutuhan para pelanggan, mengamati dan menghargai perilaku para pelanggan, dan mencurahkan perhatian penuh kepada pelanggan
- Konsep tindakan (action)
Tindakan (Action) adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam memberikan layanan kepada pelanggan, yang meliputi mencatat setiap pesanan para pelanggan, mencatat kebutuhan para 17 pelanggan, menegaskan kembali kebutuhan para pelanggan, mewujudkan kebutuhan para pelanggan, dan menyatakan terima kasih dengan harapan pelanggan mau kembali.
- Kemampuan (ability)
Kemampuan (Ability) adalah pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program pelayanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang kerja yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi, dan mengembangkan public relation sebagai instrument dalam membina hubungan kedalam dan keluar organisasi.
- Penampilan (appearance)
Penampilan (Appearance) adalah penampilan seseorang baik yang bersifat fisik saja maupun fisik atau non fisik, yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain
- Tanggung jawab (accountability)[7]
Tanggung Jawab (Accountability) adalah suatu sikap keberpihakan kepada pelanggan sebagai suatu wujud keperdulian untuk menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan.
D. PENUTUPAN
- KESIMPULAN
Setelah melakukan pembahasan terhadap peper mentee yang berjudul “Zona Integritas Sebagai Upaya Peningkatan Profesionalisme Hakim”, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
- Zona Integritas adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah pimpinan dan jajarannya yang mempunyai komimen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi birokrasi, khusunya dalam hal pencegahan koripsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
- Tahapan pembangunan zona integritas, antara lain:
- Pencanangan pembangunan zona integritas menuju WBK/WBBM
- Proses pembangunan zona integritas
- Perolehan Hasil
- Pengaruh zona integritas terhadap profesionalisme hakim
Hakim sebagai salah satu pejabat kekuasaan kehakiman yang melaksanakan proses peradilan, bertanggung jawab besar kepada lahirnya putusan. Hakim idealnya harus mampu melahirkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Dalam kaitanya dengan inovasi untuk terwujudnya pelayanan prima, hakim berperan penting dalam One day minute dan one day publish. Selain itu, hakim harus turut pula menerapkan konsep dasar pelayanan prima, yaitu dalam hal sikap (attitude), perhatian (attention), tindakan (action), kemampuan (ability), penampilan (appearance), tanggung jawab (accountability).
- SARAN
Menurut mentee, untuk meningkatkan pelayanan prima demi terwujudnya Zona Integritas, diperlukan peran dari seluruh pihak, termasuk hakim, demi memberikan pelayanan dengan sepenuh hati, transparan agar mampu mewujudkan Pengadilan Agama Purwodadi yang Agung.
[1] Pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial No. 22 Tahun 2004.
[2] Buku saku Zona Integritas, hlm. 5.
[3] Tim Persiapan Penilaian Internal (TPPI) adalah tim yang bertugas melakukan klarifikasi terhadap satuan kerja yang akan diusulkan ke TPI, yaitu Tim Mahkamah Syar’iyah Aceh/Pengadilan Tinggi Agama dan Tim Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama.
[4] https://www.bps.go.id/publication/2018/12/26/06646ee16570b41de7813237/indeks-perilaku-anti-korupsi-2018, diakses pada tanggal 20 November 2019 jam. 13.00 WIB
[5] R. Benny Riyanto, Kebebasan Hakim Dalam Memutuskan Perkara Perdata di Pengadilan Negeri, Jurnal Hukum Yustitia Vol. 74, (Surakarta : FH. UNS), hlm.52.
[6] Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Kebebasan Hakim Perdata dalam Penemuan Hukum dan Anatomi dan Penerapannya, Jurnal Mimbar Hukum Vol. 23, (Yogyakarta : FH UGM), hlm.62.
[7] Atep Adya Barata, Dasar-Dasar Pelayanan Prima, (Jakarta : Elex Media Kompetindo, 2003), hlm. 31