Bimtek Pengembangan Kompetensi Hakim dalam Hukum Acara dan Pemeriksaan Bukti Elektronik pada E-Litigasi
Oleh:
ACHMAD FACHRUDIN
NIP : 19900331 201712 1 002
A. PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Perkembangan teknologi era Industri 4.0 rupanya telah menuntut peradilan untuk menyesuaikan dalam memeriksa perkara terhadap para pihak. Salah satu terobosan Mahkamah Agung selaku pelaksana kekuasaan Peradilan.Dalam realisasinya untuk mewujudkan Peradilan yang Agung berdasarkan perkembangan tekonologi dan Informatika, pada tahun 2018 dicanangkanlah progam besar Mahakamah Agung Ri yaitu e-Litigasi yang kemudian aplikasi pendukungnya adalah e-Court. Peluncuran e-Court ini kemudian didukung dengan PERMA No 1 tahun 2018 tentang Peradilan berbasis Elektronik, kemudian di tahun 2019 untuk memaksimalkan implementasi e-Court disahkannya PERMA No 1 tahun 2019 Tentang e-Court dan SK KMA Nomor 129/KMA/SK/VIII/2019 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara dan Persidangan di pengadilan Secara Elektronik[1].
Sejauh ini, realisasi e-Court disambut cukup baik oleh masyarakat khususnya kalangan advokat, meskipun dibeberapa sisi terdapat beberapa hal yang masih memerlukan pembenahan. Menngingat e-Court merupakan hal baru di Indonesia, mengingat selama ini Praktik Peradilan masih menggunaakan metode peninggalan Hukum Kolonial yaitu HIR, Rbg dan Rv yang sampai saat ini belum ada revisi dari Legislatif untuk membuat KUHPer dan KUHAPer yang baru menyesuaikan lingkungan dan kondisi social masyarakat Indonesia[2].
Di dalam e Court, system peradilan hampir sebagian besar dilakukan secara elektronik, tentu hal ini menjadi hal baru dalam Hukum Acara Perdata yang selama ini masih menganut HIR/ Rbg, tentu terdapat beberapa pergeseran hukum acara yang biasanya mengharuskan para pihak bersentuhan langsung di dalam persidangan menjadi via online[3].
Terobosan ini tentunny tidak akan berjalan tanpa dukungan dari tenaga praktisi Peradilan dalam hal ini khususnya Hakim yang memang yang paling banyak bersentuhan langsung dengan penerapan e-Court ini. Latar belakang e-Court ini salah satunya adalah untuk meminimalisir bersentuhan langsung antara Hakim dengan para pihak, sehingga dapat mencegah adanya praktek KKN dan Markus di Peradilan.
Paling tidak ada beberapa kendala dalam implementasi e-Court saat ini antara lain Hukum Acara yang masih belum komplit, sehingga Hakim masih mengkombinasikan antara KUHPerdata dan Perma No 1 tahun 2019 dan Pemeriksaan dokumen elektronik dan Alat Bukti Elektronik;
Oleh karena itu, di dalam Paper ini, Penulis mencoba menyumbangkan sedikit pemikirannya demi melengkapai khasanah dan masukan demi sempurnanya pelaksanaan peradilan secara elektronik / e Litigasi.
B. PERMASALAHAN
- Bagaimana Bimtek untuk mengoptimalkan Hukum Acara pemeriksaan perkara dalam e-Litigasi?
- Bagaimana pemeriksaan bukti elektronik dalam pemeriksaan perkara dalam e Litigasi?
C. PEMBAHASAN
Demi terwujudnya peradilan yang agung tentu kemunculan progam Mahkamah Agung berupa e-Litigasi yang kemudian di dalamnya adalah e-Court merupakan sebuah terobosan yang mesti didukung dengan segala upaya baik dukungan Human Resources maupun Instrumen Resources yang membuat e-Court benar-benar dapat berjalan tanpa mencederai keadilan[4].
Mengingat e-Litigasi merupakan sebuah hal baru dan juga belum ada payung hukum setingkat Undang-Undang, tentu hal ini menjadi catatan yang amat serius bagi praktisi hukum khususnya hakim yang merupakan pelaksana Undang-Undang atau Guardian of Justice. Hakim dalam memeriksa terikat dengan Kode Etik sehingga berujung pada Unprofesional conduct. Perlunya bimbingan yang bersambung dari Mahkamah Agung dalam bimbingan teknis kepada para Hakim terkait dengan hUkum acara e-Court, sehingga dalam masukan-masukannya nanti dapat menjadi embrio terbentuknya peraturan e-Court[5].
Bimtek ini berperan dalam berhasil atau tidaknya pelaksanaan e-Court ini, sebagai pengawal pelaksanaan e-Court, sehingga Hakim merasa tindakannya dalam melaksanakan e-Court dapat selalu diawasi dan terhidar dari unprofessional conduct. Pentingnya Bimtek ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain[6] :
- Dilaksanakannya pendidikan dan diskusi bagi hakim-hakim terkait dengan pembahasan kendala-kendala yang dihadapi oleh para Hakim di wilayah satkernya;
- Diadakannaya bimbingan berkala oleh masing-masing Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung langsung;
- Diadakannnya evaluasi berkala terakait implementasi dan kendala-kendala pelakasanaan E court.
Hal- Hal di atas tentu menjadi amat penting mengingat, Bimtek merupakan solusi responsive yang dapat langsung menjawab kendala-kendala hakim serta mengawal hakim dalam melangkah melaksanakan Hukum Acara yang dikehendakai oleh Mahkamah Agung, sehingga hakim merasa terlindungi, terawasi dan berkembangnya kompetensi Bidangnya. Sehingga dengan adanya BImtek ini akan mencetak hakim-hakim yang ideal dan professional dalam menjalankan tugasnya sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman. Peran mahkamah Agung dalam mendidik dan mengembangkan kompetensi setiap hakim tentu amat sangat penting, karena kebijakan Mahkamah Agung tidak akan pernah bisa dirasakan oleh masyarakat tanpa adanya hakim-hakim yang ideal dan professional[7].
Selanjutnya dalam tahap pemeriksaan dokumen dan alat bukti, perlu kiranya di dalam e-Court masih memerlukan beberapa perhatian antara lain:
- E-Court menuntut bahwa segala bentuk penyampaian dokumen dalam tiap tahapan persidangan disampaikan secara elektronik mulai Surat Gugatan, Jawaban, Replik , Duplik dan Alat-alat bukt (pasal 22)i;
- E Court dalam hal sudah ada kesepakatan, dalam pemeriksaan saksi dilakukan secara teleconference , artinya para saksi tidak perlu datang ke persidangan (pasal 24).
Karena hal ini dilakukan secara elektronik, penulis berpendapat bahwa peran e-Court perlu diperjelas, apakah e-Court dimaksud sebagai media untuk pengiriman data elektronik atau media sebagai pemeriksa data elektronik,. Jika diartikan sebagai media pengiriman elektronik, maka tidak perlu adanya e-court, melainkan cukup menggunakan e-mail sebagai media pentranssfer data kepada Pengadilan. Jika diartikan sebagai media pemeriksa data elektronik, maka hal ini akan menjadi sangat serius, karena pemeriksaan bukti non elektronik akan berbeda dengan bukti elektronik. Hal hal yang akan memicu terjadinya beberapa penyelundupan hukum yaitu :
- Kebenaran Dokumen elektronik yang dikirim oleh Pihak yang bersangkutan, karena bisa saja pihak lain yang menyalah gunakan;
- Keaslian Dokumen yang dikirm apakah asli atau sudah pernah diubah, karena data elektronik ketika disalin tidak diketahui lagi mana asli mana yang diubah;
- Keaslian para saksi karena saat ini ada aplikasi Fake Face yang dikembangkan oleh pihak-pihak tertentu , dimana wajah seseorang dapat dimanipulasi. Selain aplikasi Fake Face bisa saja di ruangan lain pihak saksi mendapat tekanan intimidasi yang tidak diketahui hakim;
Inilah yang perlu digaris bawahi dalam pelaksanaan pemeriksaan dokumen di dalam e-Court. Jika kita mengacu system E Litigasi di Australia, di sana mereka menyediakan salah satu ruangan khusus yang disebut dengan E-Court Room, yang di dalamnya berisi fasilitas-fasilitas yang berfungsi menguji keaslian dokumen-dokumen elektronik tersebut. Termasuk di dalamnya fungsi keamanan Cyber yang dilakukan oleh tim IT yang handal, karena mengingat bisa saja di dalam e-Court anntinya para hacker akan memanipulasi data-data persidangan secara tidak bertanggung jawab yang merugikan para pihak[8].
Berdasarkan Perma No 1 tahun 2019, keabsahan Salinan Putusan secara elektronik adalah sesudah dibubuhi tanda tangan elektronik. Perma 1/2019 belum mendefinisikan apa yang dimaksud dengan tanda tangan elektronik, siapa yang menjadi penanda tangan elektronik, dan bagaimana prosedur pencantuman tanda tangan elektronik. Demikian juga, SK KMA Nomor: 129/KMA/SK/VIII/2019 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara Dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik (selanjutnya disebut dengan SK KMA 129/2019) juga tidak menyebutkan perihal tanda tangan elektronik. Untuk itu, perlu dilakukan kajian atas tanda tangan elektronik dalam pelaksanaan e-Court. [9]
Selain itu kebenaran Dokumen elektronik yang dikirim oleh para pihak mesti ada tanda tangan elektronik, yang tentu mesti tersertifikasi oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE) Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg, sehingga Dokumen-Dokumen tersebut terjamin keasliannya[10].
Sejauh penulis menelusuri lembaga-lembaga yang sudah bekerja sama dengan BSrE, Mahkamah adalah salah satu lembaga yang belum bekerja sama, namun penulis memprediksi jika setelah adanya e-Court ini tentu hal ini akan terwujud. Mengingat sejauh ini lembaga yang berwenang untuk menjaga keotentikan sebuah dokumen elektronik salah satunya adalah BSrE.
Oleh karena pemeriksaan bukti Dokumen Elektronik sangat berbeda, maka tentu kompetensi Hakim mesti diuji atau mungkin diadakannya sertifikasi untuk Hakim Dokumen Elektronik. Selain dibutuhkannya hakim, tentu juga fasilitas yang digunakan pun, cukup membutuhkan biaya mahal. Tentu ini bukanlah waktu yang singkat untuk mempersiapkan, dan ini baru tahap awal Mahakamah Agung mengawali sebuah reforamsi peradilan yang nantinya akan mengangkat asas cepat, sederhana dan biaya ringan.Namun dibalik tujuan yang mulia tersebut, tentu satu persatu peraturan yang mendukungnya akan dibenahi seiring berjalannya waktu.
D.PENUTUPAN
- Kesimpulan
Peradilan berbasis Elektronik adalah sebuah progam besar Mahkamah Agung Ri yang menuntut pemeriksaan peradilan dilakukan secara sederhana, cepat dan biaya ringan, Selain itu untuk merealisasikannya, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Perma No 1 tahun 2019 tentang Peradilan Elektronik. Meskipun masih terdapat beberapa yang perlu diperhatikan dan dikembagkan, hal ini merupakan sebuah terobosan yang cukup berani dalam mereformasi system hukum di Indonesia.
2. Saran
Dalam serba kekurangannya peraturan yang mengawalnya, di dalamPaper ini, penulis memberikan Saran kepada Mahkamah Agung RI untuk menjadwalkan adanya bimbingan Teknis kepada Hakim-hakim mengingat e-Court merupakah hal baru bagi hakim-hakim senior yang masih menggunakan hukum acara colonial;
Selain itu, yang menjadi sorotan oleh penulis adalah pemeriksaan bukti elektronik yang membutuhkan perhatain khusus, sehingga nantinya tidak ada penyelundupan hukum mengingat bukti elektronik tidak dimanipulasi. Untuk mengawasinya diperlukan sebuah sertifikat elektronik yang dikeluarkan oleh Balai Sertifikat Elektronik.
DAFTAR REFERENSI
Buku Pedoman E Court 2019
Buku Pedoman E Court 2019, Mahkamah Agung RIKeputusan Bersama KMA dan Ketua KY, Tentang KEPPH, Jakarta, 2019;
Cetak Biru Pembaruan Peardilan 2010- 2035, Mahkamah Agung RI Tahun 2010,Hlm.100-104
Mangunhardjana, Pembinaan, Arti dan Metodenya, (Yogyakarta:Kanimus, 1986), hlm.17.
Perma No 1 Tahun 2019 tentang Peradilan Berbasis Elektronik
WEBSITE :
https://bssn.go.id/, Balai SiBer dan Sandi Negara
[1] Cetak Biru Pembaruan Peardilan 2010- 2035, Mahkamah Agung RI Tahun 2010,Hlm.100-104
[2] Disampaikan oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Non Yustisial pada Diklat PPC III
[3] Ibid.,
[4] Buku Pedoman E Court 2019, Mahkamah Agung RI
[5] Keputusan Bersama KMA dan Ketua KY, Tentang KEPPH, Jakarta, 2019
[6] Mangunhardjana, Pembinaan, Arti dan Metodenya, (Yogyakarta:Kanimus, 1986), hlm.17.
[7] Ibid.,Halm.20
[8] https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/index.php/liputan-magang-di-fca/laporan-magang-fca-2014/898-mengenal-berbagai-layanan-elektronik-pengadilan-federal-australia
[9] pasal 26 ayat 4
[10] https://bssn.go.id/, Balai SiBer dan Sandi Negara